Ini adalah postingan telat. Sebenarnya sudah sempet lupa, tapi waktu beres2 isi tas pagi ini, eh ketemu kwitansi pembayaran biaya rawat inap dari RS.Qadr, jadi ingat cerita ini
Rabu tgl.21 Mai 2008 jam 09.00 saya mengantar Dina ke UGD RS Qadr karena diare dan muntah-muntah sejak hari Minggu. Karena setiap makanan dan minuman yang masuk dimuntahkan kembali ,akhirnya dia jadi dehidrasi .
Selain Dina, pagi itu juga ada 3 orang pasien lainnya, salah satunya seorang anak yang kurus dan ringkih yang menderita kejang2. Dari pembicaraan antara dokter dengan ibu anak itu tersirat kalau si anak menderita gizi buruk, karena di usianya yang 3 tahun beratnya hanya 5 Kg (!!!).
Hasil diagnosa dokter anak tsb menderita Cerebral Palsy dan gizi buruk, sehingga harus dirawat di rumah sakit terutama untuk mengatasi kejang2 sehingga kerusakan pada syarafnya tidak semakin memburuk.
Namun karena tidak mempunyai biaya berobat yang mereka khawatirkan akan berjuta-juta maka keluarganya tidak bersedia anak tsb dirawat di RS. Bahkan ketika mereka diharuskan membayar sebesar Rp. 500 ribu sekian - untuk pembayaran biaya UGD dan pemeriksaan lab, mereka hanya mampu membayar 120.000 karena hanya itu sisa uang mereka.
Bismillahirahmanirrahim.
Dengan tujuan untuk mencari ridha Allah, saya membantu mereka membayari biaya pengobatan di UGD sekaligus uang muka untuk perawatan dibangsal anak.
Alhamdulillah 4 hari kemudian kondisi anak tersebut, Ramadhani, mulai membaik.
Kejang2 hilang dan ada peningkatan nafsu makan.
Akhirnya Sabtu sore Ramadhani diizinkan pulang.
Keesokan paginya, Minggu 25 Mai 2008 jam 8 pagi, Itoh, ibu Ramadani, menelpon ke rumah untuk mengucapkan terima kasih dan menyampaikan keluhan sepanjang kereta api :((
Yang dia ngga punya kerjaan lah , yang bapak Ramadhani yang tidak bertanggung jawab, yah pokoknya mengeluhkan hidupnya yang susah. Malah dia menyesalkan kelahiran Ramadhani dan ingin anaknya segera mati saja.
Astaghfirullah.
Saya sampai speechless. Simpati saya terhadapnya langsung menguap.
Sebagai manusia biasa, pikiran2 negatip langsung memenuhi benak saya.
Melihat tubuh Itoh yang padat gemuk berisi , asumsi saya setiap hari dia bisa makan sepiring nasi dengan kenyang. Namun dia membiarkan anaknya kelaparan atau tidak mengusahakan memberikan yang terbaik yang bisa dia berikan dan lakukan untuk anaknya.
Telepon Itoh di hari Minggu itu tidak hanya sekali, melainkan lebih dari 4x. Namun karena hari itu saya sedang keluar rumah dengan papa sampai lewat jam 9 malam, maka dia tidak sempat bicara langsung dengan saya.
Namun info dari Sri maupun Mae, Itoh mengeluhkan anaknya yang sakit dan minta supaya anaknya dibawa lagi ke rumah sakit.
Jam 11 malam, Itoh kembali menelpon ke rumah, Mae yang mengangkat teleponnya " Ibu sudah tidur" katanya
Jam 01.30 Senin, telepon kembali berdering, kali ini dari ayahnya Itoh. Beliau bilang cucunya masih sakit dan menangis terus dan minta cucunya saya bawa ke rumah sakit.
Ya ampun....rumahnya di ujung Parung. Bagaimana mungkin saya harus menjemput anak itu kesana dan membawanya ke rumah sakit tengah malam begini?
Ketika Ramadhani keluar dari RS.Qadr ada sisa uang muka perawatan lebih Rp. 400.000 yang saya izinkan diambilnya. Saya pikir sejumlah uang yang saya sudah setorkan ke kasir RS Qadr sudah saya infakkan dan tidak akan saya ambil kembali. Toh mereka bisa menggunakan uang tersebut untuk ongkos mengantar anaknya ke RS.
" Ibu'kan sudah berjanji akan mengobati cucu saya sampai sembuh" kata-kata kakeknya Ramadhani membuat saya naik darah.
"Loh, saya ngga berjanji apa-apa Pak. Kemarin saya bilang biaya perawatan di RS biar saya yang bayar. Maksudnya ya biaya yang di RS Qadr itu saja.
"Dan emangnya saya tuhan. Cucu Bapak kan sakitnya sudah tahunan, dari lahirkan? Bagaimana mungkin saya menyembuhkannya? Saya membantu semampu saya,Pak. Dan mohon maaf, karena uang saya ngga banyak jadi saya hanya bisa membantu sampai disini saja."
" Terus, kapan Ibu ke rumah saya." lanjutnya
" Buat apa Pak saya kerumah Bapak?"
" Yah, mungkin Ibu mau ngasih kami sumbangan, saya'kan orang miskin Bu, lagian Ibu juga sudah punya alamat saya."
Ya Allah, ditengah malam itu kesabaranku di uji.
"Pak,saya ngga wajib datang ke rumah Bapak yang di Parung sana, disekitar saya juga banyak orang gak mampu, saya lebih wajib menyantuni yang lebih dekat dahulu."
"Pak, saya mohon maaf, saya ngga bisa membantu bapak lebih dari ini. "
Begitulah, saya hanya mencoba menata hati kembali. Apa yang saya lakukan di tengah malam itu mungkin salah. Saya telah mengecewakan harapan Hamba Allah.
Tapi, sebagai manusia biasa, saya ingin Itoh dan keluarganya berusaha lebih maksimal bagi anaknya. Mengapa harus menunggu bantuan dari orang lain , tidak berupaya sendiri dahulu.
Semoga Allah memaafkan dan mengampuni saya. Dan semoga Allah tidak menghapus pahala saya pada saat awal niat saya membantu mereka.