Menjalankan
ibadah Umrah dan beri’tikaf selama 10 hari terakhir di bulan Ramadhan
nampaknya menjadi pilihan waktu terfavorit para pencari Berkah Illahi.
Walhasil berbondong-bondonglah ratusan ribu umat muslim dari berbagai
belahan dunia memadati Masjidil Haram, karena pahala yang Insya Allah
akan didapat begitu besar seperti yang tertulis dalam salah satu HR.
Bukhari-Muslim “Rasulallah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:Pahala umrah dibulan Ramadhan sama seperti pahala ibadah Haji” dan dalam hadist lain tertulis ” Rasullallah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: Pahala Umrah di bulan Ramadhan sama seperti menunaikan haji bersamaku” . Muslim mana yang tidak tergiur dengan pahala sebesar ini?
Sekalipun kapasitas Masjidil Haram terus diperluas,bahkan kini bisa
menampung hingga lebih dari 1.1juta orang, namun tetap saja akan terjadi
desak-desakan ketika menjelang saat-saat shalat. Berbagai macam trik
dilakukan para jemaah umrah untuk mendapat tempat didalam barisan shaf , salah satunya pura-pura numpang shalat sunah.
“Hajjah..hajjah..ushalli..raka’atain” kata tukang ‘nyempil ini sambil mengacungkan 2 jarinya.
Saat shalat sunah tersebut telah selesai
bukan berarti mereka akan rela langsung berdiri dan mengembalikan lahan
tersebut kepada kita , shalat 2 rakaat tersebut akan disambung dengan
berdzikir, baca al-qur’an atau ngobrol hingga masuk waktu shalat
berikutnya dan berikutnya tiba. (Biasanya mereka datang sebelum ashar dan akan
pulang ba’da isha).
Trik ini tetap dipakai sekalipun ketika mereka minta tempat untuk shalat
sunah pada saat ba’da ashar atau sebelum Maghrib . Ketika di protes
tidak boleh sholat sunah pada saat-saat tersebut,
“Tahiyatul masjid” katanya beralasan. Wallahu’alam.
Trik lain adalah pura-pura sakit kaki. Dengan gaya memelas sambil mijit-mijit kakinya, mereka sering memaksa masuk didalam shaf.
Sehingga tak jarang saya dan rekan di sebelah yang sedang nyaman
tadarus sambil bersila terpaksa menselonjorkan kaki sambil mengerutkan
badan kami sekecil mungkin. Mengingat para tukang nyempil biasanya adalah ibu-ibu dari Turki, Jordania atau negara Arab lain yang punya postur XXXL.
Yang lebih parah adalah ketika
malam 27 Ramadhan, dimana puncak dari kegiatan i’thikaf di masjidil
Haram. (kabarnya dihadiri oleh Raja dan keluarga kerajaan Arab Saudi).
Sejak sebelum Ashar jamaah sudah sangat padat, seluruh bagian masjid
terisi manusia bahkan dibawah-bawah eskalator dan di undakan-undakan
tangga (bahkan saat Tarawih jamaah meluber hingga ke terminal Saptco) ,
sangat sulit mencari tempat lowong untuk shalat. Trik yang dilakukan
oleh Ibu-ibu tersebut adalah shalat dengan membawa kursi kecil,jadi
mereka melakukan shalat dengan duduk dikursi tersebut. Bisa dimaklumi,
karena mengingat postur tubuh mereka yang bessarr akan sulit bagi mereka
untuk dapat tempat didalam shaf. Daann…kursi-kursi tersebut diletakkan
diantara 2 shaf. Saya yang berada dibelakang kursi harus legowo dengan hati-hati mengatur posisi kepala tiap akan sujud dan bangun dari sujud agar tidak terbentur kursi.
Sabaarr…sabaaarrr…