 |
Tangkap Koruptor |
Sebagai
masyarakat, jelas saya geram dengan kelakuan para koruptor. Terutama korupsi
yang dilakukan oleh orang-orang yang mengatakan dirinya WAKIL RAKYAT.
Orang-orang yang saat mereka mencalonkan diri berjubah malaikat dengan blusukan
ke pasar-pasar, numpang tidur di rumah orang kampung. dengan alasan agar
memahami kehidupan mereka, membagi-bagikan sembako dan uang seolah-olah memperhatikan
kesejahteraan dan lain-lain, dan sebagainya. Namun, saat mereka terpilih dan
duduk dengan nyaman di kursi DPR atau DPRD atau Menteri, mereka berubah menjadi
vampire penghisap dana APBD dan APBN yang seharusnya dimanfaatkan untuk
kesejahteraan rakyat.
Akibatnya?
Lihatlah betapa rendahnya kualitas jalan-jalan, jembatan, bangunan-bangunan
sarana umum dan lapangan olahraga. Harga kebutuhan pokok pun selangit. Sehingga
apapun terasa mahal di Indonesia
ini.
Lalu,
saat mereka tertangkap karena dicurigai "mencuri" uang rakyat. Dengan
uang rakyat yang sudah mereka kuasai mereka menyewa pengacara hebat untuk
membela perbuatan kotor mereka. Atau mengerahkan laskar-laskar untuk
menghalangi eksekusi penyitaan harta hasil korupsinya. Dengan berbagai dalih.
Padahal,
walau bukan berisi para malaikat, KPK tidak pernahh sembarangan dalam bekerja.
Seperti yang di tulis oleh Mahfud MD dibawah ini. Saya yakin tulisan beliau
merupakan ungkapan kegundahan seperti yang saya rasakan.
Kita
bisa saja tidak peduli dan memasa-bodohkan dengan segala tingkahlaku para
koruptor. Namun jika kita sadar bahwa yang mereka korupsi adalah hak kita,
sepantasnyalah kita pun harus marah.
****************
Kerap
kita dibuat keki oleh bantahan atau alibi orang-orang yang ditangkap
tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena korupsi.
Banyak
di antara mereka yang berusaha mengelak dari jeratan hukum, misalnya
dengan dalih tidak tahu bahwa di mobilnya ada uang. Mereka mengatakan dengan
bahasa yang sama bahwa mereka dijebak, entah oleh siapa. Ada juga yang mengatakan bahwa uang yang
diterimanya bukan suap, melainkan dana untuk kerja sama bisnis atau sumbangan
untuk kampanye.
Haruslah
diingat bahwa berdasarkan pengalaman, sampai kini tak seorang pun
yang ditangkap dan dijadikan tersangka oleh KPK bisa lolos dari hukuman,
semuanya dijebloskan ke dalam penjara. Mengapa? Karena sebelum menangkap
seseorang, KPK pasti telah memiliki bukti-bukti yang takkan terbantahkan yang
dihimpun jauh-jauh hari sebelum penangkapan dilakukan.
Tak
mungkinlah kita memercayai alasan klise yang sering diumumkan oleh KPK bahwa
penangkapan dilakukan secara tiba-tiba karena ada laporan masyarakat tentang
akan terjadinya transaksi suap-menyuap.
Yakinlah,
KPK sudah punya bukti-bukti yang dihimpun sendiri secara cermat dalam waktu
lama melalui pengintaian, pembuntutan, penyadapan, & perekaman aktivitas
yang terkait dengan indikasi korupsi yang dilakukan oleh yang bersangkutan.
Oleh
sebab itu, jika seseorang sudah dijadikan tersangka, apalagi penangkapannya
sampai dipublikasikan oleh KPK, sebaiknya segera mengaku & tak usah
mencari-cari dalih. Hampir mustahil dalih atau alibi itu bisa menyelamatkannya.
Semakin
banyak berdalih bisa semakin banyak aib keluar dan memalukan keluarga yang
sebenarnya tak terlibat. Pelebaran aib itu bisa terjadi karena pembuktian oleh
KPK di Pengadilan Tipikor adakalanya bukan hanya menyangkut korupsinya itu
sendiri, tetapi menyangkut juga hal-hal lain yang dapat sangat memalukannya.
Ingatlah kasus Al Amin Nasution. Saat ditangkap dan diajukan ke PengadilanTipikor,
dia membantah habis-habisan telah melakukan transaksi suap-menyuap. Namun di
persidangan, KPK memutar banyak rekaman percakapan telepon yang sudah
berkali-kali dilakukannya yang berisi proses transaksi penyuapan itu.
Sialnya
bagi Al Amin, dalam pembicaraan hasil sadapan KPK itu terungkap pula bahwa
transaksi korupsi itu bukan hanya menyangkut suap uang, tetapi juga melibatkan
seorang wanita kinclong berbaju putih yang juga "disuapkan".
ngat
jugalah ketika Urip Tri Gunawan dan Arthalyta Suryani kompak dalam skenario
bahwa uang yang diserah-terimakannya saat penangkapan oleh KPK adalah pinjaman
untuk bisnis permata yang kemudian diubah menjadi bisnis bengkel dengan
proposal yang coba untuk diatur melalui telepon dari dalam sel tahanan yang
juga disadap KPK.
Di
persidangan, semua rekaman pembicaraan Urip-Arthalyta yang dilakukan jauh-jauh
sebelum penangkapan diputar oleh KPK dan yang bersangkutan tak bisa mengelak
sehingga hakim pun tak bisa berkesimpulan lain kecuali bahwa keduanya telah
melakukan korupsi bejat yang merusak negara sehingga dihukum sesuai dengan
ancaman maksimal.
Ringkasnya,
semakin banyak mengelak atau membantah akan semakin banyak pula
rekaman hasil sadapan "transaksi korupsi" diperdengarkan di
persidangan oleh KPK yang bisa-bisa membongkar aib-aib lain.
Makanya,
kalau sudah tertangkap atau dijadikan tersangka oleh KPK, sebaiknya mengaku sajalah,
tak usah menuruti skenario pengacara jika sang pengacara menyuruh mencari-cari
dalih untuk tidak mengaku. Mengikuti skenario bohong hanya menunda penderitaan
& deraan opini publik serta tak menolong untuk meringankan hukuman.
Apa
yang dilakukan oleh Azirwan dan M Iqbal dalam menyikapi penangkapan
oleh KPK mungkin perlu dicontoh. Azirwan, pasangan korupsi Al Amin, lebih
pandai membaca situasi. Meskipun saat baru tertangkap dia menolak keras telah
melakukan penyuapan, di Pengadilan Tipikor dia mengaku secara gamblang tentang
suap-suap yang terpaksa dilakukannya karena "diperas" oleh
orang-orang DPR.
Ketika
KPK memutar rekaman perbincangan teleponnya dengan Al Amin, Azirwan langsung
meminta hakim menghentikan pemutaran rekaman itu dan langsung mengakui semua
isi perbuatan korupsi (penyuapan) dan tahapan-tahapannya yang dilakukan bersama
Al Amin dan DPR.
Azirwan
tahu membaca situasi dan paham atas kecermatan KPK. Kalau rekaman itu terus
diputar di persidangan bisa-bisa muncul aib lain seperti yang terjadi pada Al
Amin, yakni munculnya fakta bahwa bukan hanya uang yang disuapkan, melainkan
juga ada embel-embel wanitanya. Al Amin tetap membantah, tapi Azirwan mengakui
bahwa yang berbicara di telepon itu adalah dirinya dengan Al Amin.
M
Iqbal, terdakwa kasus suap di KPPU, juga termasuk yang menyadari bahwa KPK tak
dapat dibohongi. Ketika ditangkap, dia tak memberikan bantahan apapun, kecuali
menyatakan siap mengikuti proses hukum dan akan mengajukan pembelaan di
pengadilan.
Iqbal
yang memang intelek kelihatannya tahu bahwa tak mungkinlah dia mencari-cari
alibi bohong karena KPK pasti sudah mempunyai bukti-bukti kuat yang telah
dihimpun "secara legal" dan cermat jauh-jauh hari sebelum dirinya
ditangkap tangan. Harus juga diingat bahwa kewenangan KPK untuk menyadap
pembicaraan telepon dan merekam dengan video secara diam-diam terhadap
orang-orang yang terindikasi atau berpotensi melakukan korupsi tidaklah
melanggar HAM.
Kewenangan
KPK untuk melakukan itu didasarkan pada ketentuan Undang-Undang No 20 Tahun 2001
(UU-KPK) yang memang membolehkan KPK untuk menyadap & merekam secara audio
visual dengan diam-diam terhadap mereka yang terindikasi atau berpotensi besar
melakukan korupsi.
Ini
perlu ditegaskan karena dengan alasan pelanggaran HAM, ketentuan UU-KPK yang
memberi kewenangan kepada KPK untuk menyadap dan merekam secara diam-diam itu
sudah pernah diujimaterikan (dimintakan judicial review) ke Mahkamah Konstitusi
(MK), tetapi MK memutus dengan tegas bahwa kewenangan yang diberikan kepada KPK
oleh UU-KPK itu adalah konstitusional dan tepat sebagai instrumen hukum untuk
memberantas korupsi yang di Indonesia sudah dikategorikan sebagai extra-ordinary crime.
Kita
pun harus terus mendukung pemberian kewenangan atau konstitusionalisasi
penyadapan dan perekaman itu kepada KPK. Sebab jika tidak ada pemberian
kewenangan ekstra yang seperti itu akan tidak mudah bagi KPK untuk memburu para
koruptor.
Kalau
tidak dibegitukan, kalau tidak disadap atau direkam secara diam-diam, akan ada
saja akal para koruptor itu, apalagi mereka yang pejabat negara, untuk
meloloskan diri dari hukuman dan mereka akan terus dan terus merusak negara
dengan serial-serial korupsinya.
Moh.
Mahfud MD, Akademisi
Sumber
: mahfudmd.com