Prang!
Botol
pelembabku jatuh dan pecah berkeping-keping. Aku tertegun segenak. Bodohnya
aku. Padahal dua detik sebelumnya alam bawah sadarku sudah memberi isyarat
Kemarin sore aku membeli beberapa plastic container untuk merapikan barang-barang printilan kami yang rasanya semakin lama semakin banyak. Aku bermaksud menggunakan salah satu kotak tersebut sebagai tempat ‘parkir’ botol-botol kosmetikku. Parfum, pelembab, alas bedak, susu pembersih, penyegar dan teman-temannya selama ini bertumpang tindih dalam laci lemari pakaian. Berantakan.
Semalam
kulaksanakan niat itu. Pertama tentu mencari lokasi yang cocok untuk meletakkan
kotak kosmetik tersebut (sekarang container
merah yang terpilih kusebut begitu). Karena mempertimbangkan tinggiku yang
“ secukupnya saja”, maka rak kedua adalah posisi yang paling cocok. Aku
mengosongkan rak dan memindahkan barang-barang diatasnya ke lemari lain.
Kemudian meletak kotak kosmetik disitu
dan menata segala macam botol berisi cairan atau krim untuk wajah dan
tubuh ke dalamnya. Saat mengambil botol pelembab di tangan kiri dan botol susu
pembersih di tangan kanan, tiba-tiba otakku melepaskan sinyal : botol di tangan kiri akan terpeleset ,
jatuh dan pecah.
Sejenak
aku mempertimbangkan untuk menaruh kembali botol tersebut, tapi karena merasa
‘tanggung’ sudah memegang maka kulanjutkan gerakanku memindahkannya. Dan benar
saja, botol itu terasa licin ,dan meluncur bebas dari genggamanku lalu
menghantam lantai. Pecah berderai. Duh!
Selintas
prediksi yang kemudian menjadi
kenyataan seperti ini sebetulnya sering kualami. Kupikir inilah yang
disebut firasat . Sebuah alarm yang akan berbunyi jika akan ada kejadian yang tidak mengenakkan (aku tidak ingin menyebut sebagai kejadian buruk) akan terjadi.
Alarm ini pernah berbunyi saat aku akan jatuh dari motor, atau ketika anak ketigaku , Jasmine, akan tertimpa etalase yang jatuh .
Dan yang firasat terburuk yang pernah terjadi padaku adalah saat akan terjadi sebuah tragedi yang hingga kini meninggalkan luka tak terobati di hatiku. Detail peristiwa kejadian itu begitu melekat, bahkan setelah 2 dasa warsa terlewati. Pagi itu aku memutuskan ikut dengan salah seorang paman yang ingin menjenguk Bapak di RSPP. Padahal sehari sebelumnya aku baru pulang dari RS saat hampir tengah malam. Aku merasa hari itu aku harus datang karena akan menjadi pertemuan terakhir dengan Bapak. Dan benar saja. Pukul 10, di suatu hari Jum’at 24 tahun lalu, Bapak terbangun setelah semalaman koma pasca operasi. Ia menitipkan pesan-pesan kepada Ibu dan kami anak-anaknya, sebelum ia menghembuskan nafas terakhirnya.
Alarm ini pernah berbunyi saat aku akan jatuh dari motor, atau ketika anak ketigaku , Jasmine, akan tertimpa etalase yang jatuh .
Dan yang firasat terburuk yang pernah terjadi padaku adalah saat akan terjadi sebuah tragedi yang hingga kini meninggalkan luka tak terobati di hatiku. Detail peristiwa kejadian itu begitu melekat, bahkan setelah 2 dasa warsa terlewati. Pagi itu aku memutuskan ikut dengan salah seorang paman yang ingin menjenguk Bapak di RSPP. Padahal sehari sebelumnya aku baru pulang dari RS saat hampir tengah malam. Aku merasa hari itu aku harus datang karena akan menjadi pertemuan terakhir dengan Bapak. Dan benar saja. Pukul 10, di suatu hari Jum’at 24 tahun lalu, Bapak terbangun setelah semalaman koma pasca operasi. Ia menitipkan pesan-pesan kepada Ibu dan kami anak-anaknya, sebelum ia menghembuskan nafas terakhirnya.