Bagian I
Sering
kali Kita mendengar pepatah “Musuh terbesar kita adalah diri kita sendiri”.
Mengapa begitu?
Mengapa begitu?
Kita bisa mengatakan tidak pada ajakan orang lain.
Kita
bisa merasa tersinggung dan marah bila ada seseorang berani melemahkan semangat
Kita.
Kita
bisa kesal bila seseorang meremehkan kemampuan Kita.
Tapi
bagaimana jika pikiran Kita sendiri yang mengatakan: Ah, Aku tidak mampu
mengerjakannya?
Atau
“Aku cuma seperti ini, mana mungkin bisa melakukan hal tersebut?”
Bila kalimat
negatif tersebut keluar dari pikiran Kita, tanpa banyak bantahan Kita langsung
mempercayainya.
Padahal bisa jadi perasaan tidak mampu tersebut berasal dari rasa rendah diri atau ketidaktahuan. Bahkan kemungkinan terbesar berasal dari kemalasan.
Berikut
ini Saya bagikan kisah nyata penaklukan diri sendiri melawan rasa tidak mampu.
Beberapa
bulan lalu,. Seorang Ibu tertarik mengunjungi
salah satu artikel di blog ini yang tautannya Saya bagikan di status Facebook
Saya. Tertarik melihat tampilan blog ini, Ia mengirim pesan melalui layanan
pesan Facebook yang isinya meminta diajarkan cara membuat blog.
“Tapi Saya buta ilmu komputer, Mbak.” Tulisnya. “
“Tapi Saya buta ilmu komputer, Mbak.” Tulisnya. “
“Ngga
apa-apa, Bu. Kita belajar pelan-pelan.” Kata Saya menyemangatinya.
Kami selanjutnya mengatur waktu dan tempat pertemuan.
Di hari pertama belajar, Saya jadi tahu bahwa ibu tersebut bukan hanya buta terhadap cara
pengoperasian komputer saja, bahkan bagaimana menggerakkan mouse pun, ibu yang
berusia nyaris 60 tahun ini, belum
terbiasa.
Lalu,
tarrraaa….
Dalam
10 kali pertemuan, blog yang diimpikan ibu tersebut telah selesai Kami bangun bersama-sama. Dan sekarang, Saya
lihat beliau aktif menulis di blog tersebut serta rajin berbagi tautan
artikel-artikel yang ditulisnya melalui akun Facebook dan Twitternya
Saya
salut pada Beliau.
Setiap
datang belajar, Ia selalu membawa semangat dan keinginan untuk bisa. Padahal
saat itu, jika Ia merasa malas mengunjungi Saya , Ia
punya alasan tepat, yaitu sering turun hujan yang membuat jalanan yang dilaluinya
menjadi banjir dan macet
Tapi si Ibu berhasil melawan segala alasan dan hambatan yang merintangi keinginannya untuk bisa membuat dan mengelola sebuah blog.
Tapi si Ibu berhasil melawan segala alasan dan hambatan yang merintangi keinginannya untuk bisa membuat dan mengelola sebuah blog.
Kisah
kedua adalah pengalaman diri Saya sendiri.
Pada
Hari Minggu 1 Februari 2015 lalu di subuh hari pukul 03.00, Saya beserta
rombongan melakukan pendakian ke Gunung
Anak Krakatau . Saat berangkat sebenarnya
kondisi tubuh Saya sedang tidak terlalu fit. Saya kelelahan setelah snorkeling dan diving sehari sebelumnya. Saya kecapekan.
Untuk bangun dari tidur di subuh itu saja terasa berat.
Untuk bangun dari tidur di subuh itu saja terasa berat.
Lalu
Saya teringat, bahwa tujuan utama trip
Saya kali ini adalah mendaki Gunung Anak Krakatau. Justru snorkeling dan diving yang kami lakukan kemarin hanyalah extra menu. Ingatan ini memaksa Saya
bangun dari tidur dan melangkahkan kaki bersama rombongan subuh itu.
Singkat cerita, saat di tengah pendakian nafas Saya mulai ngos-ngosan.
Kepala
Saya pun terasa pusing.
Namun,
Alhamdulillah, Saya bersama Suami yang selalu menyemangati.
“Sedikit
lagi sampai. Kita naik sampai batu itu, ya, nanti istirahat di sana" Katanya.
Setelah
istirahat beberapa menit dia akan menarik tangan Saya agar bangkit lagi. “Ayo, sudah makin siang. Nanti ngga dapat sunrise”
Kecapekan,
pusing dan kemudian turun hujan deras, sebenarnya
bisa menjadi alasan tepat bagi Saya untuk berhenti dan memilih turun saja.
Tapi Saya memutuskan mengikuti ajakan Suami.
Terus melangkah ke atas.
Terus melangkah ke atas.
Dan,
Alhamdulillah, meskipun tidak mendapat sunrise
karena turun hujan, tapi Saya merasa puas karena bisa menaklukan berbagai
alasan yang menggagalkan Saya mencapai batas tertinggi Gunung Anak Krakatau.
![]() |
Info Foto :
Atas : Saya tepar. Terlentang pasrah dengan nafas ngos-ngosan.
Bawah : Keep on moving...
PS : Terima kasih buat Belahan Jiwa yang selalu hadir untuk menyemangati, membimbing dikala perjalanan terasa berat, mendorong dikala Saya berhenti dan mengangkat dikala kuterjatuh.
Atas : Saya tepar. Terlentang pasrah dengan nafas ngos-ngosan.
Bawah : Keep on moving...
PS : Terima kasih buat Belahan Jiwa yang selalu hadir untuk menyemangati, membimbing dikala perjalanan terasa berat, mendorong dikala Saya berhenti dan mengangkat dikala kuterjatuh.
4 komentar:
Sharingnya sangat menginspirasi mak. Kadang kita memang suka tidak percaya pada kemampuan diri sendiri. Padahal kalau mau dicoba, hasilnya mungkin akan melebihi apa yang kita bayangkan. Salam kenal mak :-)
Inspiratif sekali ceritanya mbak ... :)
Memang, hal tersulit adalah mengalahkan ego kita sendiri. Karena sifat ke-akuan selalu muncul ketika kita merasa 'rugi' akan sesuatu ...
Baru pertama kali saya ke sini ..
Salam kenal mbak ... :)
Terima kasih sudah berkunjung Mbak Lia Nurmala Sari
Terima kasih Mas Mohammad atas kunjungannya
Post a Comment