Menurut pendapat saya, inti dari Personal Brand adalah tampilan apa yang ingin kita tunjukkan kepada masyarakat.
Apakah kita ingin dilabeli
sebagai pengusaha sukses,atau ingin
dikenal sebagai artis glamour seperti Syahrini, coach yang mumpuni, mentor yang
sukses dan sebagainya. Supaya masyarakat percaya bahwa personal brand tersebut
memiliki kemelekatan dengan diri kita, maka branding
diri tersebut harus dilakukan terus menerus. Konsisten. Ngga boleh pakai capek. Ngga boleh pakai lupa. Ngga boleh pakai malas. Terutama jika image yang ingin dimelekatkan mengandung
nilai ekonomi.
Lalu setelah banyak membaca dan mendengar kuliah tentang 'personal brand' membuat saya berpikir: saya ingin
publik menganggap seorang 'Rinny Ermiyanti' itu sebagai apa sih?
Yang utama sih, sudah pasti saya ingin publik menganggap saya adalah manusia yang baik. Karena menurut saya menjadi dan dinilai sebagai
orang baik itu sangat penting.
Alasannya, dalam Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah, bersabda: “Setiap muslim yang disaksikan sebagai orang baik oleh 4 orang, Allah akan memasukkan ke surga”. Kami (para sahabat) bertanya: Kalau disaksikan 3 orang? Nabi menjawab: ‘Kalau disaksikan 3 orang juga masuk surga.”. Sahabat bertanya lagi: kalau disaksikan 2 orang? Nabi menjawab: "Dua orang juga," Kami tak menanyakan lagi bagaimana kalau hanya dipersaksikan oleh satu orang.
Di zaman serba online saat ini, sosial media bisa menjadi salah satu tempat untuk
proses branding. Misalkan salah seorang teman saya yang ingin dikenal sebagai pedagang. Maka secara konsisten ia menjadikan laman Facebooknya sebagai
etalase dagangan.
Ada teman penulis yang 90% isi linimasanya
adalah tentang artikel buku-buku yang ditulisnya. Sisanya tentang kegiatan
pelatihan menulis.
Ada teman relawan yang 80% kegiatannya di
sosmed adalah mem-posting foto-foto aktifitas gerakan sosialnya. Sisanya tentang
ajakan peduli sesama.
Lalu bagaimana dengan isi dinding Facebook saya?
"Ini manusia ngga
jelas apa maunya." Mungkin demikian pikir teman pakar personal branding.
Mungkin loh, ya. Mungkin juga dia ngga peduli. Boro-boro ngelirik saya buat dinilai. Haha…
Mungkin loh, ya. Mungkin juga dia ngga peduli. Boro-boro ngelirik saya buat dinilai. Haha…
Pernah, seorang teman memberi
saran begini: "Mbak, temanmu kan banyak, mbok yo
ngebranding diri jadi apa keq. Biar kalau orang inget sesuatu hal, langsung
mengasosiasikan ke dirimu Misalnya kalau orang ngomong tentang motivator,
mereka ingat Mario Teguh atau Merry Riana. Pakar pendidikan, Pak Arif Rahman.
Pakar seksologi, Dokter Boyke. Dan banyak juga temen Facebook kita yang
ngebranding dirinya sebagai mastah ini-itu".
Saya cuma nyengir.
Tergerak dengan sarannya, lalu saya membaca ulang linimasa Facebook saya untuk mereview kira-kira secara saya pribadi, telah menampilkan diri sebagai apa.
Hasilnya, aduh! Saya tepok
jidat sendiri deh. Ngga usah saya tulis lagi ya, karena juga ribuan teman FB saya tahu,
(meskipun yang membaca paling 2 persennya saja) betapa kacaunya
postingan-postingan saya. Campur aduk semua ada.
Kalau saya menyimpulkan sendiri dari isi tulisan yang saya buat, saya ini
entrepreneur (impiannya sih, sukses) tapi masih juga termehek-mehek. Iman saya sebagai orang beragama kadang naik, tapi lebih sering turun. (Kayaknya) Pintar tapi juga naif (ngga tega
mau nulis 'kurang pintar'). (Berharap) Baik tapi lebih kerap jutek. Penulis
status di Facebook, tapi malas banget 'menulis buku (wewww... udah 3 bukuku.
Walau ngga best seller. Jauhhh). Kadang
begini, tapi juga sering begitu.
Tak jarang saya merasa "malesin
banget" dinilai-nilai orang. Meskipun, ya, sebenarnya saya ngga bisa
juga menghentikan penilaian orang terhadap diri saya. Hingga bolak-balik saya men-deactived-kan akun FB. Tapi begitu ingat
ada tanggung jawab, terutama tanggung jawab atas kegiatan #SedekahNasi ,#SedekahOksigen serta beberapa kelas berbagi ilmu yang
saya kawal, sedangkan salah satu sarana komunikasinya adalah lewat FB, maka
dengan suka cita saya mengaktifkan
lagi akun tersebut.
Akhirnya,
hari ini dengan legowo saya memutuskan: ya
sudahlah.
Saya
berusaha menerima teman-teman di sosial media saya sebagai teman dunia maya yang apa adanya. Yang
tak jarang nyinyir. Yang kadang-kadang mellow. Beberapa menyiratkan sedang desperado sendiri. Juga banyak yang
iklaaaannn melulu tanpa pernah mau bertegur sapa.
Jadi, saya berharap teman-teman Facebook juga menerima aku apa
adanya, ya. Satu paket dengan tulisan-tulisan ke-sotoy-anku, kegalauanku, keceriaanku,
keisenganku, dll, dsb.
Pesan
untuk teman dunia maya saya (yang sebagian juga merupakan teman dunia nyata) kalau
dirasa suatu saat saya sudah begitu memuakkanmu, jangan ragu-ragu untuk
memutuskan hubungan teman di dunia online diantara kita. Begitupun kalau
tiba-tiba koq aku ngga ada lagi di daftar teman medsosmu, berarti aku sudah tak suka padamu lagi. Cari saja pengganti
diriku untuk menambah daftar teman facebookmu. Dan jangan ditanya kemana dan
kenapa aku pergi.
Hiks. Saya jadi sedih…
--
Curhat-an saya lainnya:
0 komentar:
Post a Comment