Di
hari ke 3 Hari Raya tahun 2017 ini saya membaca postingan status Facebook dua orang Coach yaitu Coach Julie Nava dan Coach Dwiarko. Tulisan yang membuat
saya menyimak ke dalam hati saya sendiri.
Tulisan kedua orang tersebut adalah tentang MEMAAFKAN.
Tulisan kedua orang tersebut adalah tentang MEMAAFKAN.
Sebagian status Coach Julie Nava: sebagai berikut,
Saya akhirnya bisa melihat dengan jelas. Bahwa memaafkan itu
tidak semudah kita mengirim kartu ucapan Lebaran atau blasting pesan massal
tentang Idul Fitri melalui medsos. Sebagian bisa dengan enteng melakukan itu,
namun sebagian lagi perlu mengerti WHY-nya, sebelum bisa memutuskan.
Memaafkan
juga tergantung dengan apa yang kita anggap penting. Ia semacam alat tukar.
Jika kita menganggap nilainya tak seberapa, maka maaf dengan mudah bisa
diberikan. Sebaliknya, jika itu dianggap sangat serius, kita akan sulit
melakukannya.
Contoh:
ada orang bikin proyek saya melayang. Namun karena yakin bahwa rejeki selalu
bisa dicari, maka dengan enteng saya bilang, "Ah biarin aja, toh cuma soal
uang."
Tetapi
lain halnya jika ada orang mencemarkan nama baik saya. Itu serius banget. Saya
bisa mengutuk hingga tujuh turunan (ceileee...), dan itu lebih lama membekas di
benak. Sampai beberapa lama, saya akan terus bicara soal itu.
Nah, sekarang tahu kan, kenapa jika ada orang masih
mengungkit-ungkit sesuatu meskipun berulangkali bilang sudah memaafkan, itu
sebenarnya belum beneran memaafkan?
Sedangkan
tulisan Coach Dwiarko sebagai berikut:
Sebenarnya
meminta maaf bukan untuk orang lain atau karena kita mempunyai salah sama orang
tersebut. Tetapi saling meminta maaf sebenarnya untuk diri kita sendiri.
Meminta maaf bukan untuk kepentingan orang lain, tetapi untuk kepentingan diri
kita, hati dan pikiran kita.
Dengan
meminta maaf kita menanamkan energi positif dalam diri. Kita mengumpulkan
kata-kata positif dan "miracle word" yang berguna buat bank data alam
pikiran kita.
Sebagai
manusia yang pernah menjalani naik turun kehidupan, setelah direnungkan
ternyata selama bertahun-tahun saya membawa luka-luka batin. Bertahun-tahun
saya masih merasa sakit hati kepada orang-orang yang menorehkan luka tersebut.
Karena tulisan dua Coach ini saya bertekad , luka-luka itu harus saya sembuhkan sendiri.
Saya
belum tahu bagaimana caranya. Pertama yang terpikir adalah saya akan meminta
maaf. Dengan begitu mungkin saya bisa memaafkan.
(ugh, tapi salah seorang diantaranya bahkan
sudah meninggal.)
Curhat-an saya lainnya:
Curhat-an saya lainnya:
0 komentar:
Post a Comment